Catatan dari orang kecil

support

23 Feb 2016

Pendirian Perguruan Tinggi Islam di Indonesia

            Gagasan pendirian Perguruan Tinggi Islam (PTI) di Indonesia dapat dikatakan sejalan dengan munculnya gerakan kebangkitan nasional di Indonesia. Seiring dengan adanya Politik Etis yang dijalankan pemerintah Hindia Belanda, hingga tahun 1930-an di Indonesia didirikan 3 (tiga) lembaga pendidikan tinggi milik pemerintah Belanda yaitu Technische Hoogeschool (Sekolah Tinggi Teknik) ---kini menjadi Institut Teknologi Bandung (ITB) --- yang berdiri di Bandung tahun 1920, Rechts Hoogeschool (Sekolah Tinggi Hukum) yang berdiri di Jakarta tahun 1924, dan Geneeskundige Hoogeschool (Sekolah Tinggi Kedokteran) di Jakarta tahun 1927. Sekolah tinggi tersebut hanya diperuntukkan bagi para elit priyayi saja. Kesempatan untuk menikmati pendidikan ini bagi masyarakat umum sangat sulit, terlebih bagi umat Islam kebanyakan.
            Kenyataan inilah yang kemudian mendorong munculnya gagasan  untuk mendirikan lembaga pendidikan tinggi Islam. Beberapa artikel yang muncul terkait dengan gagasan itu di antaranya adalah tulisan Dr. Satiman Wirjosandjojo dalam Majalah Pedoman Masjarakat Nomor 15 Tahun IV (1938) yang mengemukakan gagasan pendirian Sekolah Tinggi Islam (Pesantren Luhur) sebagai tempat mendidik muballigh yang cakap dan berpengetahuan luas. Artikel itu direspon oleh M. Natsir dalam Pandji Islam dengan artikel yang berjudul “Menuju Koordinasi Perguruan-perguruan Islam". Tulisan ini intinya adalah perlunya ada koordinasi antara perguruan-perguruan Islam tingkat menengah dan perguruan tinggi yang akan didirikan untuk menyatukan visi dan misi. Akhirnya, gagasan pendirian perguruan tinggi Islam ini semakin mengerucut saat menjadi agenda pembicaraan dalam forum kongres al-Islam II Majelis Islam A'la Indonesia (MIAI) tahun 1939. Baru pada tanggal 8 Juli 1945, Sekolah Tinggi Islam (STI) berhasil dibuka atas usaha musyawarah dari tokoh-tokoh Islam yang disponsori Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) yang merupakan metamorfosis MIAI karena dibubarkan oleh pemerintah Jepang di Indonesia.
            Pendirian STI didahului dengan  pembentukan Panitia Perencana STI yang dipimpin oleh Moh. Hatta. Panitia inilah yang menyusun peraturan umum, peraturan rumah tangga, susunan badan waqaf, dewan pengurus, dan senat STI. Untuk pengurus, Moh. Hatta ditunjuk sebagai ketua dan M. Natsir sebagai sekretarisnya. Untuk senat STI, A. Kahar Muzakir ditunjuk sebagai Rektor dengan anggota: Mas Mansur, Dr. Slamet Imam Santoso, Moh. Yamin, Kasman Singodimejo, Mr. Soenardjo, dan Zain Djambek.
            Pada tahun 1947, tepatnya pada bulan November 1947, STI berubah menjadi Universitas Islam Indonesia (UII) yang peresmiannya dilaksanakan pada tanggal 10 Maret 1948 di Ndalem Kepatihan Yogyakarta. Perubahan dari STI ke UII dilandasi oleh pemikiran untuk meningkatkan efektivitas dan fungsi STI. Pada saat ini dibuka empat Fakultas: Agama, Hukum, Ekonomi, dan Pendidikan.
Pada tahun 1950 UII mendapat tawaran dari pemerintah untuk dinegerikan. Tawaran itu diterima dengan ketentuan bahwa status kelembagaan tetap di bawah Kementerian Agama. Karena itu, fakultas yang dinegerikan hanya Fakultas Agama UII, sedangkan yang lain tetap dikelola oleh UII. Penegerian Fakultas Agama UII yang kemudian menjadi PTAIN (Perguruan Tinggi Islam Negeri) ini diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 34 Tahun 1950 tertanggal 14 Agustus 1950 yang ditandatangani Assaat selaku Pemangku Jabatan Presiden RI.  Peresmian PTAIN dilaksanakan pada tanggal 26 September 1951 dihadiri oleh Menteri Agama RI, A. Wahid Hasyim.
            Pada perkembangan selanjutnya, tepatnya tanggal 1 Juni 1957, selain ada PTAIN di Yogyakarta, berdiri juga Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA) di Jakarta Mencermati perkembangan yang ada dan karena keinginan yang besar untuk mengembangkan, meningkatkan, dan meluaskan status kelembagaan muncul keinginan untuk menggabungkan PTAIN dan ADIA menjadi sebuah "Institut". Akhirnya, pada tanggal 9 Mei 1960 terbitlah Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 1960 tentang Pembentukan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) dengan nama al-Jami'ah al-Islamiyyah al-Hukumiyyah. Peraturan Presiden ini terbit berkat kesepakatan antara Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan (PP&K), dan Menteri Agama. Sejak saat itulah Kementerian Agama memiliki kewenangan independen untuk mengawasi dan mengurusi IAIN.
            IAIN yang merupakan leburan dari PTAIN Yogyakarta dan ADIA Jakarta  akhirnya diresmikan pada tanggal 24 Agustus 1960 oleh Menteri Agama Wahib Wahab di Gedung Kepatihan Yogyakarta. Pada saat itu IAIN terdiri atas Fakultas Ushuluddin, Fakultas Syari'ah (di Yogyakarta), Fakultas Tarbiyah, dan Fakultas Adab (di Jakarta). Pada masa ini Presiden/Rektor dijabat oleh Prof. KH. R. Moh. Adnan.

            Dari dua tempat inilah IAIN dengan cepat berkembang di belahan nusantara beserta fakultas-fakultas cabang yang berada di kota-kota sekitarnya untuk melayani dan memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap pendidikan tinggi Islam. Perkembangan IAIN yang pesat, menyebabkan dikeluarkannya Peraturan Presiden No. 27 Tahun 1963, yang memungkinkan didirikannya IAIN yang terpisah dari pusat. Berdirilah untuk IAIN yang kedua yaitu IAIN Jakarta. Kemudian, disusullah dengan berdirinya berbagai IAIN di seantero negeri yang berjumlah 14 dengan dibukanya IAIN termuda di Sumatera Utara pada tahun 1970-an.

Pendirian Perguruan Tinggi Islam di Indonesia Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Unknown

0 komentar:

Posting Komentar

Komentarlah dengan bijak dan bahasa yang santun. NO SARA !