Secara bahasa, bayani
bermakna sebagai penjelasan, pernyataan, ketetapan. Sedangkan secara
terminologis, bayani berarti pola pikir yang bersumber pada nash, ijma’, dan
ijtihad. Jika dikaitkan dengan epistemologi, maka pengertiannya adalah studi
filosofis terhadap struktur pengetahuan yang menempatkan teks (wahyu) sebagai
sebuah kebenaran mutlak. Adapun akal hanya menempati tingkat sekunder dan
bertugas hanya untuk menjelaskan teks yang ada.
Ditinjau dari
perspektif sejarah, bayani sebetulnya sudah dimulai sejak pada masa awal Islam.
Hanya saja pada masa awal ini, yang disebut dengan bayani belum merupakan
sebuah upaya ilmiah dalam arti identifikasi keilmuan dan peletakan aturan
penafsiran teks-teksnya, tetapi baru sekedar upaya penyebaran tradisi bayani
saja.
Dalam tradisi keilmuan
Islam, corak bayani sangat dominan. Dengan segala karakteristiknya, corak
bayani bukanlah sebuah corak yang sempurna. Salah satu kelemahannya adalah
kurang peduli terhadap isu-isu keagamaan yang bersifat konstektual. Padahal,
jika ingin mengembangkan pola berfikir bayani, maka mau tidak mau harus
menghubungkan dengan pola berfikir irfani dan burhani. Jika masing-masing tetap
kokoh pada pendiriannya dan tidak mau membuka diri, berdialog, dan saling
melengkapi satu sama lain, sulit rasanya studi Islam dan pengembangan ilmu-ilmu
keislaman mampu menjawab tantangan kontemporer yang terus berkembang tiada
henti.
Dalam tradisi bayani,
otoritas kebenaran terletak pada teks (wahyu). Sementara akal menempati posisi
sekunder. Tugas akal dalam konteks epistemologi bayani adalah menjelaskan
teks-teks yang ada. Sementara bagaimana bagaimana implementasi ajaran teks
tersebut dalam kehidupan konkret berada di luar kalkulasi epistemologi ini.
Epitemologi Bayâni
adalah pendekatan dengan cara menganalisis teks. Maka sumber epistemologi
bayani adalah teks. Sumber teks dalam studi Islam dapat dikelompokkan secara
umum menjadi dua, yakni:
a. Teks nash ( Al-Qur’an
dan Sunnah Nabi Muhammad SAW)
b. Teks non nash berupa
karya para ulama
Obyek kajian yang umum dengan pendekatan bayani adalah :
a. Gramatika dan sastra
(nahwu dan balagah)
b. Hukum dan teori hukum
(fiqh dan ushul fiqh)
c. Filologi
d. Teologi, dan
e. Dalam beberapa kasus di
bidang ilmu-ilmu Al-Qur’an dan Hadist.
Corak berfikir yang
diterapkan dalam epistemologi bayani ini cenderung deduktif, yakni mencari
(apa) isi dari teks (analisis content).
Sejak dari awal, pola
pikir bayani lebih mendahulukan qiyas dan bukam mantiq lewat silogisme dan
premis-premis logika. Epistemologi tekstual-lughawiyah lebih diutamakan
daripada epistemologi kontekstual-bahtsiyyah maupun spiritualitas-irfaniyyah-batiniyyah.
Di samping itu, nalar epistemologi bayani selalu mencurigai akal pikiran,
karena dianggap akan menjauhi kebenaran tekstual. Sampai-sampai muncul
kesimpulan bahwa wilayah kerja akal pikiran perlu untuk dibatasi sedemikian
rupa dan perannya dialihkan menjadi pengatur dan pengekang hawa nafsu, bukannya
untuk mencari sebab dan akibat lewat analisis keilmuan yang akurat.
Sistem epistemologi
bayani ini menghasilkan suatu pakem kombinatif untuk menafsirkan wacana dan
menentukan sarat-sarat produksi wacana. Konsep dasar sistem ini menggabungkan
metode fiqh seperti yang dikembangkan oleh asy-Syafi’i, dengan metode retorika
seperti yang dikembangkan oleh al-Jahiz. Sistem ini berpusat pada hubungan
antara ungkapan dan makna.
Hasil akhirnya adalah
sebuah teori pengetahuan yang dalam setiap levelnya bersifat bayani. Dalam
logika internalnya, teori pengetahuan (epistemologi) ditentukan oleh konsep
bayani yang termasuk gaya bahasa puitik, ungkapan oral, pemahaman, komunikasi,
dan penangkapan secara penuh. Hal yang sama juga terdapat dalam ranah materi
pengetahuan, yang terutama disusun dari al-Qur’an, hadits, tata bahasa, fiqh,
serta prosa dan puisi Arab. Begitu juga dengan ranah ideologi, karena kekuatan
otoritatif yang menetukan, yaitu dogma Islam, ada di belakang ranah ini. Oleh
karena itu, sejak awal ada batasan atau larangan tertentu untuk menyamakan
pengetahuan dengan keimanan kepada Tuhan. Sistem ini juga diterapkan dalam
ranah epistemologi, di mana manusia dipahami sebagai makhluk yang diberkati
kapasitas bayan dengan dua tipe “nalar”; pertama dalam bentuk bakat, dan yang
lain adalah hasil pembelajaran.
Al-Jabiri menjelaskan
bahwa sistem bayani dibangun oleh dua prinsip dasar. Pertama, prinsip
diskontinyuitas atau keterpisahan, dan kedua, prinsip kontingensi atau
kemungkinan. Prinsip-prinsip tersebut termanifestasi dalam teori substansi
individu yang mempertahankan bahwa hubungan substansi sebuah individu (tubuh,
tindakan, sensasi dan apapun yang terbentuk di dalamnya) didasarkan atas
hubungan dan asosiasi yang kebetulan saja, tapi tidak memengaruhi dan
berinteraksi. Teori ini sesungguhnya menafikan teori kausalitas atau ide
tentang adanya hukum alam
Best Slots - Slot Machine - JeT Hub
BalasHapusPlay 정읍 출장마사지 the latest 남원 출장마사지 Vegas Casino 전주 출장샵 slots games from our casino partners. Play 대구광역 출장샵 exciting online slots and table games for free at JeT Hub. Your complete slot 광주광역 출장안마