‘Irfan dalam bahasa
Arab semakna dengan ma’rifah yang diartikan dengan al-‘ilm. Di
kalangan sufi, kata ‘irfan dipergunakan untuk menunjukkan jenis pengetahuan
yang tertinggi, yang dihadirkan ke dalam qalb dengan cara kasyf atau
ilham. Di kalangan kaum sufi sendiri, ma’rifah diartikan sebagai pengetahuan
langsung tentang Tuhan berdasarkan atas wahyu atau petunjuk Tuhan.
Dalam konteks pemaknaan
terhadap ma’rifah, klasifikasi pengetahuan yang dilakukan oleh Dzu al-Nun
al-Mishri menempatkan ma’rifah sebagai salah satu jenis pengetahuan khusus di
kalangan sufi. Pengetahuan jenis ini, dalam pandangan Dzu al-Nun, yang disebut
pengetahuan hakiki. Dzu al-Nun membagi pengetahuan kepada tiga jenis yakni; (1)
pengetahuan orang awam yang menyatakan bahwa Tuhan itu Esa dengan perantaraan
ucapan syahadat, (2) pengetahuan ulama yang menyatakan bahwa Tuhan itu Esa
menurut logika akal, dan (3) pengetahuan para sufi yang menyatakan bahwa Tuhan
itu Esa dengan perantaraan hati nurani. Pengetahuan jenis pertama dan kedua
baru tahap ilmu, sedangkan pengetahuan ketiga adalah pengetahuan hakiki, yaitu
ma’rifat.
Irfani adalah
pendekatan yang bersumber pada intuisi (kasf/ilham). Dari irfani muncul
illuminasi. Prosedur penelitian irfaniah berdasarkan literatur tasawuf, secara
garis besar langkah-langkah penelitian irfaniah sebagai berikut:
a. Takhliyah : pada tahap ini,
peneliti mengkosongkan (tajarrud) perhatiannya dari makhluk dan
memusatkan perhatian kepada (tawjih).
b. Tahliyah : pada tahap ini,
peneliti memperbanyak amal sholeh dan melazimkan hubungan dengan al-Khaliq
lewat ritus-ritus tertentu.
c. Tahliyah : pada tahap ini,
peneliti menemukan jawaban batiniah terhadap persoalan-persoalan yang
dihadapinya.
Paradigma irfaniyah
juga mengenal teknik-teknik yang khusus. Ada tiga teknik penelitian irfaniyah :
a. Riyadah : rangkaian latihan dan
ritus dengan penahapan dan prosedur tertentu.
b. Tariqah : di sini diartikan
sebagai kehidupan jama’ah yang mengikuti aliran tasawuf yang sama.
c. Ijazah : dalam penelitian
irfaniah, kehadiran guru sangat penting. Guru membimbing murid dari tahap yang
satu ke tahap yang lain. Pada tahap tertentu, guru memberikan wewenang (ijazah)
kepada murid.
Epistemologi ‘irfani
diharapkan menjembatani sekaligus menghindari kekakuan (rigiditas) dalam
berfikir keagamaan yang menggunakan teks sebagai sumber utamanya. Dengan peran
dan fungsinya, epistemologi ‘irfani dalam pemikiran Islam menjadi mekanisme
kontrol perimbangan pemikiran dari dalam. Memang, perpaduan antara “teks”
dengan “akal” ternyata tidak selamanya berjalan baik den sesuai harapan. Dalam
kondisi ini, perpaduan ini ternyata juga membawa dampak yang kurang produktif,
baik berupa ketegangan, konflik, dan bahkan dalam batas-batas tertentu dalam
bentuk kekerasan.
Berbeda dengan kedua
epistemologi sebelumnya, sumber epistemologi ‘irfani adalah intuisi. Karena
menggunakan intuisi ini, maka status keabsahannya acapkali digugat, baik oleh
tradisi bayani maupun burhani. Epistemologi mempertanyakan keabsahannya karena
dianggap tidak mengindahkan pedoman-pedoman yang diberikan teks. Sementara epistemologi
burhani mempertanyakan keabsahannya karena dianggap tidak mengikuti aturan dan
analisa logika.
Sumber terpokok
epistemologi ‘irfani adalah pengalaman (eksperince). Pengalaman hidup
sehari-hari yang otentik merupakan pelajaran yang tidak ternilai harganya.
Ketika manusia menghadapi alam semesta yang cukup mengagumkan, dalam lubuk
hatinya yang terdalam telah dapat mengetahui adanya Dzat Yang Maha Suci dan
Maha segalanya. Untuk mengetahui Dzat Yang Maha tersebut, manusia tidak perlu
menunggu turunnya teks.
Validitas kebenaran
‘irfani hanya dapat dirasakan dan dihayati secara langsung oleh intuisi dan al-dhauq.
Sekat-sekat formalitas lahiriah yang diciptakan tradisi bayani maupun
burhani, baik dalam bentuk bahasa, agama, ras, etnik, kulit, golongan, kultur,
dan tradisi, yang ikut andil merenggangkan hubungan interpersonal antar umat
manusia, hendak dipinggirkan oleh tradisi berfikir orisinal ‘irfani.
Ditinjau dari sisi
metode, ‘irfani yang dikembangkan terutama oleh kalangan sufi ini menggunakan
metode penegtahuan illuminasi (kasyf). Kasyf adalah uraian
tentang apa yang tertutup bagi pemahaman yang tersingkap bagi seseorang, seakan
ia melihat dengan mata telanjang. Selain itu, kasyf juga diartikan sebagai penyingkapan atau
wahyu. Ia merupakan jenis pengalaman langsung yang lewat pengalaman tersebut,
pengetahuan tentang hakiki diungkapkan pada hati sang hamba dan pecinta.
0 komentar:
Posting Komentar
Komentarlah dengan bijak dan bahasa yang santun. NO SARA !