Kerajaan Turki Utsmani didirikan oleh suku bangsa pengembara yang
berasal dari wilayah Asia Tengah, yang termasuk suku Kayi. Ketika bangsa Mongol
menyerang dunia Islam, pemimpin suku Kayi Sulaiman Syah, mengajak anggota
sukunya untuk menghindari serbuan bangsa Mongol tersebut dan lari ke arah
Barat. Mereka akhirnya terbagi menjadi dua kelompok yang pertama ingin pulang
ke negeri asalnya, yang kedua meneruskan perantauannya ke wilayah Asia Kecil. Kelompok
kedua itu berjumlah sekitar 400 keluarga dipimpin oleh Erthegrol (Arthoghol)
anak Sulaiman. Akhirnya mereka menghambakan dirinya kepada Sultan Ala Ad-Din II
dari Turki Saljuq Rum yang pemerintahannya berpusat di Konya, Anatholi, Asia
Kecil. Ertheghol mempunyai seorang anak yang bernama Usman, kira-kira lahir
tahun 1258. Nama Usmanlah ditunjuk sebagai nama kerajaan Turki Utsmani.
Nama kerajaan
Utsmaniyah itu diambil dari dan dibangsakan kepada nenek moyang mereka yang
pertama, Sultan Utsmani Ibnu Sauji Ibnu Arthogol Ibnu Sulaimansyah Ibn Kia Alp,
kepala Kabilah Kab di Asia Tengah. Awal
mula berdirinya Dinasti ini banyak tertulis dalam legenda dan sejarah sebelum tahun
1300. Dinasti ini berasal dari suku Qoyigh Oghus yang mendiami daerah
Mongol dan daerah utara negeri Cina kurang lebih tiga abad. Kemudian
mereka pindah ke Turkistan, Persia dan Iraq. Mereka masuk Islam pada abad
ke-9/10 ketika menetap di Asia Tengah.
Ertoghrul meninggal
dunia tahun 1289 M. kepemimpinan dilanjutkan oleh putranya, Usman. Putra
Ertoghrul inilah yang dianggap sebagai pendiri kerajaan usmani. Usman
memerintah antara tahun 1290 M sampai 1326 M.
Penguasa
Kerajaan Utsmani yang pertama adalah Utsman yang disebut juga dengan Utsman I.
Setelah Utsman I mengumumkan dirinya sebagai Padisyah al-Utsman (raja besar
keluarga Utsman) tahun 669H (1300M), setapak demi setapak wilayah kerajaan
dapat diperluasnya. Ia menyerang daerah perbatasan Bizantium dan menaklukkn
kota Broessa tahun 1317M, kemudian tahun 1326M dijadikan sebagai ibukota
kerajaan.
Pada masa pemerintahan
oleh Orkhan (1326-1359M) Turki Utsmani dapat menaklukkan Azumia, Tasasyani,
Uskandar, Ankara, dan Gallipoli, bagian ini adalah bumi Eropa yang pertama kali
diduduki kerajaan Usmani. Ketika Murad I berkuasa (1359-1389M) selain
memantapkan keamanan dalam negeri, ia melakukan perluasan daerah ke benua
Eropa. Ia dapat menaklukkan Adrianopel, Macedonia, Sopia, Salonia, dan seluruh
wilayah bagian utara Yunani. Karena merasa cemas atas masuknya Turki ke Eropa,
Paus mengobarkan semangat perang ntuk memukul mundur Turki Utsmani. Namun
Sultan Bayazid I (1389-1403M) pengganti Murad I dapat menghancurkan pasukan
sekutu kristen Eropa tersebut.
pada masa
pemerintahan Sultan Muhammad II yang bergelar Al-Fatih, artinya sang penakluk.
Telah berkali-kali pasukan kaum muslimin sejak masa Dinasti Umayyah berusaha
menaklukkan Konstantinopel, tetapi selalu gagal karena kokohnya benteng-benteng
di kota tua itu. Baru pada tahun 1453 kota itu dapat ditundukkan.
Kaisar
Konstantinopel IX mengancam sultan untuk membayar pajak yang tinggi kepada
pihaknya, dan jika tidak tunduk pada perintah tersebut maka akan diganggu
kedudukannya dengan menundukkan Orkhan, salah seorang cucu Sulaiman, sebagai
sultan. Ancaman tersebut dihadapi dengan kebulatan tekad, yakni dengan membuat benteng-benteng di
sekeliling Konstantinopel.
Sultan berkilah
bahwa benteng-benteng itu dibangun untuk melindungi dan mengawasi rakyatnya yang
lalu lalang ke Eropa melalui wilayah Bosporusitu. Konstantinopel akhirnya dapat
dikepung dari segala penjuru oleh pasukan sultan Muhammad II yang berjumlah
kira-kira 250.000 di bawah pimpinan Sultan sendiri. Dalam masa itu
meriam-meriam Turki dimuntahkan ke arah kota dan menghancurkan benteng-benteng
dan dinding-dindingnya sehingga menyerahlah Konstantinopel pada tanggal 28 Mei
1453.
Dalam
Pertempuran tersebut Kaisar mati terbunuh, dan Konstantinopel jatuh ke tangan
Turki Utsmani. Sultan Muhammad II memasuki kota, kemudian mengganti nama
Konstantinopel menjadi Istambul, dan menjadikannya sebagai ibu kota. Sultan
mengubah gereja Aya Sophia menjadi masjid. Dengan jatuhnya Konstantinopel,
pengaruhnya sangat besar bagi Turki Usmani.
Konstantinopel
adalah kota pusat kerajaan Bizantim yang menyimpan banyak ilmu pengetahuan dan
menjadi pusat agama Kristen Ortodoks. Kesemuanya itu diwariskan kepada Utsmani.
Akan tetapi, ketika Sultan Salim I (1512-1520M) naik tahta, ia mengalihkan
perhatian ke arah Timur dengan menaklukkan Persia, Syiria, dan Dinasti Mamalik
di Mesir. Usaha Sultan Salim ini dikembangkan oleh Sultan Sulaiman al-Qanuni
(1520-1566M).
Setelah Sultan
Sulaiman meninggal dunia, terjadilah perebutan kekuasaan antara putra-putranya,
yang menyebabkan kerajaan Turki Utsmani mundur. Akan tetapi, terus mengalami
kemunduran, kerajaan ini untuk masa beberapa abad masih dipandang sebagai
negara yang kuat, terutama dalam bidang militer. Dalam mengelola pemerintahan
yang luas, sultan-sultan Turki Utsmani senantiasa bertindak tegas. Dalam
struktur pemerintahan, sultan sebagai penguasa tertinggi, dibantu oleh Shadr
Al-A’zham (Perdana Menteri) yang membawahi Pasya ( Gubernur ).
Gubernur
mengepalai daerah tingkat I. Di bawahnya terdapat beberapa orang Az-Zanaziq
atau Al-Alawiyah (Bupati). Untuk mengatur urusan pemerintahan negara, di masa
sultan Sulaiman I disusun sebuah kitab Undang-undang (Qanun). Kitab tersebut
diberi nama Multaqa Al-Abhur, yang menjadi peganganhukum bagi kerajaan Turki
Utsmani sampai datangnya reformasi pada abad ke-19. Karena jasa sultan Sulaiman
I yang amat berharga ini, di ujung namanya ditambah gelar sultan Sulaiman
Al-Qanuni.
0 komentar:
Posting Komentar
Komentarlah dengan bijak dan bahasa yang santun. NO SARA !