Catatan dari orang kecil

support

20 Feb 2016

Faham Murji'ah

Nama Murji’ah berasal dari kata irja atau arja’a yang berarti penundaan, penangguhan, dan pengharapan. Kata arja’a bermakna juga memberi harapan, yakni memberi harapan kepada pelaku dosa besar untuk memperoleh pengampunan dan Rahmat Allah. Selain itu, arja’a juga berarti meletakkan di belakang atau mengkudiankan, yaitu orang yang mengutamakan iman daripada amal. Oleh karena itu, Murji’ah artinya orang yang menunda penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa (yakni Ali dan Muawiyah serta pengikut masing-masing) kelak di hari kiamat.
fhm-nging

Ada beberapa teori yang berkembang mengenai asal-usul kemunculan Murji’ah.
·         Teori pertama
gagasan irja atau arja’a dikembangkan oleh sebagian sahabat dengan tujuan menjamin persatuan dan kesatuan umat Islam ketika terjadi pertikaian politik dan untuk menghindari sektarianisme. Murji’ah sebagai kelompok politik maupun Teologis diperkirakan lahir bersamaan dengan kemunculan Syi’ah dan Khawarij. Yang mana kelompok Murji’ah merupakan musuh berat Khawarij.
·         Teori kedua
gagasan irja muncul pertama kali sebagai gerakan politik yang diperlihatkan oleh cucu Ali bin Abi Tholib yaitu Al-Hasan bin Muhammad Al-Hanafiyah sekitar tahun 695 M. Dengan gerakan politik tersebut Al-Hasan bin Muhammad Al-Hanafiyah mencoba menanggulangi perpecahan umat Islam. Ia mengelak berdampingan dengan kelompok Syi’ah yang terlampau mengagungkan Ali dan para pengikutnya, serta menjauhkan diri dari Khawarij yang menolak mengakui Kekhalifahan Muawiyah.
·         Teori yang lain
Ketika terjadi perseteruan antara Ali dan Muawiyah, dilakukan Arbitrase (Tahkim) atas usulan Amr bin Ash (kaki tangan Muawiyah). Kelompok Ali terpecah menjadi dua kubu, yang pro dan kontra. Kelompok kontra yang akhirnya menyatakan keluar dari Ali disebut Khawarij. Khawarij berpendapat bahwa Tahkim bertentangan dengan Al-Qur’an atau dalam pengertian tidak bertahkim berdasarkan hukum Allah dikatakan dosa besar dan pelakunya dihukumi dengan kafir sama dengan perbuatan dosa besar lainnya, seperti: berzina, riba, membunuh tanpa alasan, durhaka kepada orang tua, dan menfitnah wanita baik-baik. Pendapat tersebut ditentang sekelompok sahabat yang kemudian disebut Murji’ah. Murji’ah mengatakan bahwa pembuat dosa besar tetap mukmin, tidak kafir sementara dosanya diserahkan kepada Allah, apakah dia akan diampuni atau tidak kelak di hari kiamat.
Ciri-ciri faham Murji'ah diantaranya adalah sebagai berikut :
·         Rukun iman ada dua yaitu : iman kepada Allah dan Iman kepada utusan Allah.
·         Orang yang berbuat dosa besar tetap mukmin selama ia telah beriman, dan bila meninggal dunia dalam keadaan berdosa tersebut ketentuan tergantung Allah di akhirat kelak.
·         Perbuatan kemaksiatan tidak berdampak apapun terhadap seseorang bila telah beriman. Dalam artian bahwa dosa sebesar apapun tidak dapat mempengaruhi keimanan seseorang dan keimanan tidak dapat pula mempengaruhi dosa. Dosa ya dosa, iman ya iman.
·         Perbuatan kebajikan tidak berarti apapun bila dilakukan disaat kafir. Artinya perbuatan tersebut tidak dapat menghapuskan kekafirannya dan bila telah muslim tidak juga bermanfaat, karena melakukannya sebelum masuk Islam.

Pemahaman Kalangan Murji’ah

Ajaran pokok Murji’ah pada dasarnya bersumber dari gagasan atau doktrin irja atau arja’a yang diaplikasikan dalam banyak persoalan, baik persoalan politik maupun Teologis.
Dalam bidang politik doktrin irja diimplementasikan dengan sikap netral atau non blok, yang mana hampir selalu diekspresikan dengan sikap diam. Oleh karena itulah kelompok Murji’ah dikenal dengan sebutan “The Queietists” kelompok bungkam. Sikap ini akhirnya berimplikasi begitu jauh sehingga membuat Murji’ah selalu diam dalam persoalan politik.
Sedangkan dalam bidang Teologis, doktrin irja dikembangkan Murji’ah ketika menanggapi masalah-masalah Teologis yang muncul pada saat itu. Seperti masalah iman, dosa besar, dan kufur. Berkaitan dengan doktrin Murji’ah, Harun Nasution menyebutkan empat ajaran pokoknya, yaitu:
·         Menunda hukuman atas Ali, Muawiyah, Amr bin Ash, dan Abu Musa Al-Asy’ary yang terlibat tahkim dan menyerahkannya kepada Allah kelak di hari kiamat.
·         Menyerahkan keputusan Kepada Allah atas orang muslim yang berdosa besar.
·         Meletakkan/ mementingkan iman daripada amal.
·         Memberikan pengharapan kepada muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah.
Masih berkaitan dengan doktrin Murji’ah, W. Montgomery Wattt merincinya sebagai berikut:
·         Penangguhan keputusan terhadap Ali dan Muawiyah hingga Allah memutuskannya di akhirat kelak.
·         Penangguhan Ali untuk menduduki rangking keempat dalam peringkat Khulafaur Rasyidin.
·         Pemberian harapan terhadap orang muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan Rahmat Allah.
Doktrin Murji’ah tidak akan menetap terus di neraka, jika di dalam hatinya masih ada setitik iman. Hal ini di landaskan Jawaban Nabi, suatu ketika ada seorang sahabat bertanya kepada Nabi. “Ya Rasulullah di mana letak iman itu?”. Nabi menjawab: ا لا ما ن ها هو نا (Iman di dalam Hati) sambil Nabi Menunjuk dada Beliau.

Inilah yang melatarbelakangi pemikiran aliran Murji’ah, yang berbeda dengan apa yang kita yakini saat ini. Karena Murji’ah memahami/ menafsirkan al-Quran dan al-Hadits apa adanya sesuai dengan kemampuan mereka. Hal itu menyebabkan orang menjadi permisif (tidak takut dengan dosa), karena dosa sebesar apapun kelak di akhirat masih berkesempatan masuk surga.

Faham Murji'ah Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Unknown

0 komentar:

Posting Komentar

Komentarlah dengan bijak dan bahasa yang santun. NO SARA !