Nama Murji’ah berasal dari kata irja atau arja’a yang
berarti penundaan, penangguhan, dan pengharapan. Kata arja’a bermakna juga
memberi harapan, yakni memberi harapan kepada pelaku dosa besar untuk
memperoleh pengampunan dan Rahmat Allah. Selain itu, arja’a juga berarti
meletakkan di belakang atau mengkudiankan, yaitu orang yang mengutamakan iman
daripada amal. Oleh karena itu, Murji’ah artinya orang yang menunda penjelasan
kedudukan seseorang yang bersengketa (yakni Ali dan Muawiyah serta pengikut
masing-masing) kelak di hari kiamat.
Ada
beberapa teori yang berkembang mengenai asal-usul kemunculan Murji’ah.
·
Teori pertama
gagasan irja atau arja’a dikembangkan oleh
sebagian sahabat dengan tujuan menjamin persatuan dan kesatuan umat Islam
ketika terjadi pertikaian politik dan untuk menghindari sektarianisme. Murji’ah
sebagai kelompok politik maupun Teologis diperkirakan lahir bersamaan dengan
kemunculan Syi’ah dan Khawarij. Yang mana kelompok Murji’ah merupakan musuh
berat Khawarij.
·
Teori kedua
gagasan irja muncul pertama kali sebagai
gerakan politik yang diperlihatkan oleh cucu Ali bin Abi Tholib yaitu Al-Hasan
bin Muhammad Al-Hanafiyah sekitar tahun 695 M. Dengan gerakan politik tersebut
Al-Hasan bin Muhammad Al-Hanafiyah mencoba menanggulangi perpecahan umat Islam.
Ia mengelak berdampingan dengan kelompok Syi’ah yang terlampau mengagungkan Ali
dan para pengikutnya, serta menjauhkan diri dari Khawarij yang menolak mengakui
Kekhalifahan Muawiyah.
·
Teori yang lain
Ketika terjadi perseteruan antara Ali dan
Muawiyah, dilakukan Arbitrase (Tahkim) atas usulan Amr bin Ash (kaki tangan
Muawiyah). Kelompok Ali terpecah menjadi dua kubu, yang pro dan kontra.
Kelompok kontra yang akhirnya menyatakan keluar dari Ali disebut Khawarij.
Khawarij berpendapat bahwa Tahkim bertentangan dengan Al-Qur’an atau dalam
pengertian tidak bertahkim berdasarkan hukum Allah dikatakan dosa besar dan
pelakunya dihukumi dengan kafir sama dengan perbuatan dosa besar lainnya,
seperti: berzina, riba, membunuh tanpa alasan, durhaka kepada orang tua, dan
menfitnah wanita baik-baik. Pendapat tersebut ditentang sekelompok sahabat yang
kemudian disebut Murji’ah. Murji’ah mengatakan bahwa pembuat dosa besar tetap
mukmin, tidak kafir sementara dosanya diserahkan kepada Allah, apakah dia akan
diampuni atau tidak kelak di hari kiamat.
Ciri-ciri
faham Murji'ah diantaranya adalah sebagai berikut :
·
Rukun iman
ada dua yaitu : iman kepada Allah dan Iman kepada utusan Allah.
·
Orang yang
berbuat dosa besar tetap mukmin selama ia telah beriman, dan bila meninggal
dunia dalam keadaan berdosa tersebut ketentuan tergantung Allah di akhirat
kelak.
·
Perbuatan
kemaksiatan tidak berdampak apapun terhadap seseorang bila telah beriman. Dalam
artian bahwa dosa sebesar apapun tidak dapat mempengaruhi keimanan seseorang
dan keimanan tidak dapat pula mempengaruhi dosa. Dosa ya dosa, iman ya iman.
·
Perbuatan
kebajikan tidak berarti apapun bila dilakukan disaat kafir. Artinya perbuatan
tersebut tidak dapat menghapuskan kekafirannya dan bila telah muslim tidak juga
bermanfaat, karena melakukannya sebelum masuk Islam.
Pemahaman Kalangan Murji’ah
Ajaran pokok Murji’ah pada dasarnya bersumber dari gagasan
atau doktrin irja atau arja’a yang diaplikasikan dalam banyak persoalan, baik
persoalan politik maupun Teologis.
Dalam bidang politik doktrin irja diimplementasikan dengan
sikap netral atau non blok, yang mana hampir selalu diekspresikan dengan sikap
diam. Oleh karena itulah kelompok Murji’ah dikenal dengan sebutan “The
Queietists” kelompok bungkam. Sikap ini akhirnya berimplikasi begitu jauh
sehingga membuat Murji’ah selalu diam dalam persoalan politik.
Sedangkan dalam bidang Teologis, doktrin irja dikembangkan
Murji’ah ketika menanggapi masalah-masalah Teologis yang muncul pada saat itu.
Seperti masalah iman, dosa besar, dan kufur. Berkaitan dengan doktrin Murji’ah,
Harun Nasution menyebutkan empat ajaran pokoknya, yaitu:
·
Menunda
hukuman atas Ali, Muawiyah, Amr bin Ash, dan Abu Musa Al-Asy’ary yang terlibat
tahkim dan menyerahkannya kepada Allah kelak di hari kiamat.
·
Menyerahkan
keputusan Kepada Allah atas orang muslim yang berdosa besar.
·
Meletakkan/
mementingkan iman daripada amal.
·
Memberikan
pengharapan kepada muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat
dari Allah.
Masih
berkaitan dengan doktrin Murji’ah, W. Montgomery Wattt merincinya sebagai
berikut:
·
Penangguhan
keputusan terhadap Ali dan Muawiyah hingga Allah memutuskannya di akhirat
kelak.
·
Penangguhan
Ali untuk menduduki rangking keempat dalam peringkat Khulafaur Rasyidin.
·
Pemberian
harapan terhadap orang muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan
Rahmat Allah.
Doktrin Murji’ah tidak akan menetap terus di neraka, jika
di dalam hatinya masih ada setitik iman. Hal ini di landaskan Jawaban Nabi,
suatu ketika ada seorang sahabat bertanya kepada Nabi. “Ya Rasulullah di mana
letak iman itu?”. Nabi menjawab: ا لا ما ن ها هو نا (Iman di dalam Hati) sambil
Nabi Menunjuk dada Beliau.
Inilah yang melatarbelakangi pemikiran aliran Murji’ah,
yang berbeda dengan apa yang kita yakini saat ini. Karena Murji’ah memahami/
menafsirkan al-Quran dan al-Hadits apa adanya sesuai dengan kemampuan mereka.
Hal itu menyebabkan orang menjadi permisif (tidak takut dengan dosa), karena
dosa sebesar apapun kelak di akhirat masih berkesempatan masuk surga.
0 komentar:
Posting Komentar
Komentarlah dengan bijak dan bahasa yang santun. NO SARA !